Kamis, 11 Agustus 2011

Permohonan Maafku (andai kau tahu,,,)

Teruntuk : Tuan Davagra

dulu sekali, saat aku masih kecil, ibu sering bercerita tentang bulan, tentang bintang, tentang matahari, tentang langit, tentang bumi, tentang semua yang ku tahu bahwa itu indah. setiap hari ibu bercerita tentang itu semua, tanpa lelah, tanpa mempedulikan rasa kantuknya. setiap malam, setiap siang, setiap waktu. tanpa jeda.

hari ini, di senja ini, ditemani guratan senja dan aroma melati, aku duduk membeku dengan pena dan kertas. hari ini aku berjanji akan bercerita pada ibu. ingin rasanya aku kembali bercerita tentang bulan, tentang bintang, tentang matahari, tentang langit, tentang bumi, tentang semua yang ku tahu bahwa itu indah. tapi Tuhan tak memberikanku itu semua, tak satupun. Tuhan tak memberiku mata, Tuhan tak memberiku suara, Tuhan bahkan tak memberiku telinga. Tuhan hanya beriku sepotong hati. hati yang beberapa waktu lalu tak lagi berfungsi. ia mati. seiring dengan kau yang pergi.

aku masih di sini, di senja yang jingga bersama aroma melati. masih memegang pena dan kertas. ibu terlalu lama menungguku untuk bercerita, ibu lelah, ibu letih. dan kini aku sendirian. beku. alam dan kau mengutukku.

masih dengan keadaan yang sama. aku duduk sendiri, benar-benar sendiri. tidakkah kau ingin datang dan menemaniku sebentar ? kurasa tidak. bisa ku lihat tatap benci itu.

sesaat sebelum ibu meninggalkanku, sudah ku temukan hal yang ingin ku ceritakan. tentang kau. tentang kau yang selalu menjadi bulan, menjadi bintang, menjadi matahari, menjadi langit, menjadi bumi, dan menjadi semua yang ku tahu bahwa itu indah.

kau yang mengajakku tertawa, walau tak pernah ku dengar tawamu. kau yang mengajarkanku tersenyum, walau tak pernah ku lihat senyummu. kau yang membantuku hidup, walau tak pernah ku ucapkan terima kasih. kau perlahan membuatku mengerti bulan, bintang, matahari, langit, bumi, dan semua yang ku tahu bahwa itu indah.

tapi kini, di senja yang jingga ini, dengan aroma melati, aku menangis. pilu. walau aku tak pernah mendengar marahmu, walau aku tak pernah melihat gusarmu, walau aku tak pernah berucap sakit, tapi ku tahu kau kecewa. dan itu padaku. genggammu tak lagi erat. sentuhmu tak lagi hangat. yang ku rasa hanya pekat. semua berasa hambar. inikah akhir dari semua kisah ?

kau tuntut aku menahanmu, aku bisu. kau paksa aku mengerti pancar matamu, aku buta. kau tarik aku dengan tutur halusmu, aku tuli. takkah kau mengerti aku ? aku tak miliki semua itu. aku hanya punya hati yang ku persiapkan dengan segala kecacatanku hanya untukmu. bisakah kau tinggal sebentar ? aku butuh maafmu. setelah tak ada lagi ibu, kau satu-satunya harapku. di antara buta, di antara tuli, di antara bisu. bisakah kita seperti dulu lagi ? saling dekat, walau sebenarnya kita berjarak. saling melengkap, walau sebenarnya kita punya dunia masing-masing. maafkan aku atas segala kecacatanku.

aku butuh jutaan detik untuk mencari teman, tegakah kau meninggalkan aku yang serapuh lapisan es ini ? sekali lagi, maafkan aku.

ini ku tulis dengan rasa takut yang membuncah, dengan pena yang telah ku ganti, dengan ibu. ibu tidak pergi meninggalkanku, dia selalu ada di hatiku. maukah kau kembali dan menempati kekosonganku ? maafkan aku. mungkin aku ceroboh karena telah buatmu kecewa, tapi aku tahu bahwa aku akan sangat lebih ceroboh ketika tidak memintamu untuk tetap tinggal.

maafkan aku,,, maafkan aku,,,

maukah kau kembali seperti saat lalu ? kembali menjadi bulan, bintang, matahari, langit, bumi, dan semua yang ku tau bahwa itu indah. tanpa mata, tanpa suara, tanpa telinga.

gunakan hati. aku berjanji, kecacatanku takkan lagi buatmu kecewa.

maafkan aku,,, maafkan aku,,,

bersama senja dan jingga, ditemani aroma melati
dariku, si bodoh yang cacat

irma.yr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar